Pesan Waisak 2559 / 2015
Saturday, April 11th, 2015 at
6:47 pm
SANGHA THERAVADA INDONESIA
Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi,
BSD City Sektor VII Blok C Nomor 6,
Tangerang Selatan 15321.
Telp (021) 53167061, Faks. (021) 53156737.
BSD City Sektor VII Blok C Nomor 6,
Tangerang Selatan 15321.
Telp (021) 53167061, Faks. (021) 53156737.
Vihara Mendut,
Kotakpos 111, Kota Mungkid 56501, Magelang
Telp / Faks (0293) 788564.
Kotakpos 111, Kota Mungkid 56501, Magelang
Telp / Faks (0293) 788564.
PESAN WAISAK 2559/2015
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammàsambuddhassa
Dhammam care sucaritam, Na nam duccaritam care
Dhammacari sukham seti, Asmim loke paramhi ca
(Dhammapada 169)
Dhammacari sukham seti, Asmim loke paramhi ca
(Dhammapada 169)
Sepatutnya ia melaksanakan Dhamma dengan baik, tidak melaksanakan dengan buruk.
Ia yang senantiasa melaksanakan Dhamma, akan berbahagia di dunia ini dan di dunia lain.
Ia yang senantiasa melaksanakan Dhamma, akan berbahagia di dunia ini dan di dunia lain.
Hari Trisuci Waisak memperingati tiga peristiwa suci dalam kehidupan
Guru Agung Buddha Gotama, yaitu: kelahiran Siddhartha Gotama calon
Buddha, pencapaian Pencerahan Sempurna Buddha, serta kemangkatan Guru
Agung Buddha. Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari yang sama, yaitu
hari purnama sidi, bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda-beda:
kelahiran calon Buddha tahun 623 SM di Kapilavasthu, India Utara;
Pencerahan Sempurna tahun 588 SM di Bodhgaya, India; dan Buddha mangkat
tahun 543 SM pada usia 80 tahun, di Kusinara, India. Hari Trisuci Waisak
2559 tahun ini jatuh pada tanggal 2 Juni 2015. Seluruh umat Buddha di
dunia memperingati Trisuci Waisak dengan laku puja bakti, meditasi,
pendalaman Dhamma ajaran Buddha, serta kegiatan-kegiatan sosial-budaya
Buddhis lain.
Sangha Theravada Indonesia mengangkat tema Trisuci Waisak 2559/2015: Dhamma Melindungi yang Melaksanakan.
Dhamma ajaran Buddha meliputi tiga aspek, yaitu: pelajaran,
pelaksanaan, dan pengalaman. Pelajaran Dhamma terdapat dalam kitab suci
Tipitaka yang memuat kebenaran-Dhamma dan kemoralan-Vinaya, sedangkan
pelaksanaan Dhamma adalah praktik kesusilaan (moral), praktik keteguhan
pikiran (meditasi), dan praktik kebijaksanaan dalam kehidupan
sehari-hari. Pengalaman Dhamma adalah hasil praktik kesusilaan,
keteguhan pikiran, dan kebijaksanaan, yang berupa lenyapnya penderitaan.
Kesusilaan (Moral) sebagai Pelindung
Di tengah-tengah kehidupan dewasa ini, manusia sering mengabaikan
pelaksanaan moral, karena ia lebih mengutamakan keberhasilan pencapaian
cita-cita atau keinginannya. Menggantungkan cita-cita setinggi langit
memang baik, tetapi lebih baik lagi apabila orang berpikir bagaimana
cara yang tepat untuk mencapai cita-cita itu. Bukan asal cita-cita
tercapai, apapun perilaku boleh dilakukan. Tidak peduli perilaku itu
buruk bahkan menimbulkan penderitaan orang lain pun dilakukan demi
tercapainya cita-cita seseorang. Sikap orang seperti itu cenderung
terpukau pada kesenangan atas keberhasilan semata, dan enggan
bersusah-susah melakukan upaya kebaikan untuk meraih keberhasilan itu.
Cita-cita lebih diutamakan daripada cara pencapaiannya. Padahal cara
pencapaian yang buruk akan berdampak negatif bagi keberhasilannya.
Kecemasan, kekhawatiran, permusuhan, nama buruk, bahkan kehancuran rumah
tangga bisa saja menyertai keberhasilan dalam perolehan cita-citanya.
Sedangkan cara-cara baik, seperti: kerja keras, rajin, semangat hidup,
pantang menyerah, kejujuran, kasih sayang, dan lain-lain, akan berdampak
positif bagi keberhasilan cita-cita seseorang. Kenyamanan, kedamaian,
nama baik, kepercayaan, persaudaraan akan diperoleh bersamaan dengan
pencapaian cita-citanya.
Apabila orang berlomba-lomba memperoleh keberhasilan meskipun dengan
cara-cara buruk, maka terjadilah krisis moral yang membuat kekacauan
hidup, hidup saling mengancam, saling menjatuhkan, bahkan saling
menyerang. Tidak ada rasa aman dalam kehidupan ini. Ada kalanya orang
berkata bahwa hukum negara sebagai panglima dalam kehidupan bernegara.
Tetapi permasalahan akan muncul, ketika penanggungjawab hukum negara itu
tidak bermoral. Sulit dibayangkan bahwa hukum negara menjadi tidak
digunakan sebagaimana mestinya. Orang yang bermoral buruk dapat
berlindung di balik pembenaran hukum negara. Karena itu pelaksanaan
moral tidak dapat ditawar lagi apabila hukum negara ataupun peraturan di
tempat manapun juga ingin ditegakkan dan bermanfaat bagi kehidupan
bersama. Revolusi mental tidak bisa dilakukan tanpa pelaksanaan moral
dalam kehidupan bersama, perlu ada perubahan paradigma mental yang
semula menghalalkan segala cara untuk mencapai cita-cita kemudian
menjadi sangat peduli terhadap cara-cara baik dan tepat demi pencapaian
cita-cita yang memberi berkah bagi diri sendiri maupun orang lain.
Penerapan moral akan menimbulkan perlindungan bagi orang yang
melaksanakannya, sebab ia yang menerapkan moral tidak akan mempunyai
pikiran bersalah dan menyesal. Ia akan merasa nyaman pergi kemana saja,
karena ia merasa tidak bersalah. Ia juga tidak menyesali perbuatan yang
telah dilakukannya. Ia akan melindungi dirinya sendiri dari berbagai
kesalahan dan penyesalan. Bahkan melindungi orang lain pula, karena
orang lain tidak merasa terancam dan tidak takut dengan kehadiran orang
yang menerapkan moral.
Keteguhan Pikiran (Meditasi) sebagai Pelindung
Selain penerapan moral dalam kehidupan sehari-hari, keadaan pikiran
manusia juga perlu diperhatikan, karena selama manusia masih memiliki
keadaan pikiran yang serakah, benci, dan egois, maka kehidupan manusia
sangatlah tidak nyaman. Keserakahan dalam pikiran dapat mendorong niat
mencuri, korupsi, berzina, perilaku asusila, bahkan merusak hutan dan
kandungan alam lingkungan hidup. Sedangkan kebencian akan mendorong niat
orang melakukan kekerasan, perbuatan sadis, dan pembunuhan. Egois akan
menyebabkan orang memiliki pandangan hidup yang keliru, tidak dapat
membedakan mana yang benar dan yang salah, memiliki pandangan eksklusif
dan tidak toleran. Hal-hal itu sangat membahayakan bagi kehidupan
bersama, karena itu sangatlah penting penerapan meditasi sebagai cara
untuk mengolah pikiran, agar pikiran dapat terbebas dari keserakahan,
kebencian, dan keegoan. Revolusi mental dapat terlaksana apabila orang
mau mengubah kondisi pikirannya yang semula dipenuhi oleh serakah,
benci, dan egois, kemudian beralih menjadi pikiran yang memiliki
kepedulian, cinta kasih, dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat.
Penerapan meditasi akan mengubah pikiran menjadi tidak lagi serakah
melainkan gemar memberi, tidak lagi membenci melainkan penuh welas asih,
dan tidak lagi egois melainkan inklusif dan toleran. Pikiran seperti
itu akan menimbulkan perlindungan bagi seseorang dan juga perlindungan
buat banyak orang di sekitarnya. Orang-orang akan merasa nyaman hidup
bersama.
Kebijaksanaan sebagai Pelindung
Pemahaman hakikat hidup sering menimbulkan masalah dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan bersama. Ada orang yang menganggap bahwa
kebahagiaan hidup hanyalah semata kebahagiaan materi, dengan kekayaan
yang berlimpah orang berpandangan bahwa ia akan hidup berbahagia. Atau
kebahagiaan hidup diperoleh dengan terpenuhinya kenikmatan-kenikmatan
indriawi manusia, kenikmatan mata pada saat mata berkontak dengan objek
penglihatan, kenikmatan telinga pada saat telinga berkontak dengan objek
pendengaran, demikian pula kenikmatan indria lainnya. Pemahaman
kebahagiaan hidup seperti itu akan menimbulkan pemujaan terhadap
kekayaan materi, pemujaan terhadap kenikmatan indria, sebagai suatu
kebahagiaan tertinggi. Apakah memang benar bahwa kebahagiaan tertinggi
seperti itu? Bagaimana dengan kebahagiaan tertinggi sesuai ajaran
Buddha? Untuk mengetahui hal itu, perlu sekali dipahami adanya hal-hal
hakiki yang berlangsung dalam kehidupan ini. Dalam ajaran Dhamma,
terdapat penjelasan bahwa meskipun Guru Agung Buddha ada ataupun tidak
ada, terdapat hal-hal hakiki yang berlangsung sepanjang masa, yaitu
adanya ketidakkekalan, ketiadapuasan, dan ketiadaan ego. Ia yang
memahami ketidakkekalan, ketiadapuasan, dan ketiadaan ego, maka ia tidak
mau menggenggam erat apapun yang telah diperolehnya. Ia memahami segala
sesuatu akan berakhir, segala sesuatu tidak dapat memenuhi kepuasan
secara terus menerus, dan segala sesuatu tidak dapat diatur sesuai
kehendaknya, sedangkan dirinya sendiri saja akan mengalami hal-hal
seperti tersebut di atas, maka hidup ini hanyalah proses yang terus
berlangsung. Manusia terlibat dalam proses kehidupan ini bersama dengan
segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan itu. Manusia dapat turut
berperan serta memengaruhi proses kehidupan itu, apakah akan merawat
kehidupan atau akan menghancurkan kehidupan. Apapun yang terjadi dalam
proses kehidupan itu berlangsung sesuai dengan hukum sebab akibat yang
saling bergantungan. Hukum kausalitas itulah yang melangsungkan proses
kehidupan. Revolusi mental juga memerlukan pemahaman bahwa hidup adalah
proses yang berlangsung terus menerus karena berlakunya hukum sebab
akibat. Karena itu pandangan hidup yang memohon atau menanti, hendaknya
perlu diubah menjadi berikhtiar dan bekerja keras karena apa yang kita
peroleh dari hidup ini adalah hasil dari upaya kita.
Pengembangan kebijaksanaan adalah pengembangan pemahaman hakikat
kehidupan itu, memahami proses kehidupan beserta hukum sebab akibat yang
berlaku akan menimbulkan pengertian kebahagiaan hidup sebagai akibat
dari segala sesuatu yang dilakukan dengan baik, benar, dan bermanfaat.
Kebahagiaan hidup bukan berbentuk suatu kecanduan atau kelekatan,
seperti halnya kelekatan terhadap kekayaan materi dan kenikmatan indria.
Kebahagiaan hidup justru kebebasan dari kecanduan atau kelekatan.
Pelepasan kecanduan dan kelekatan atau sikap bersahaja dalam hidup
sehari-hari itulah yang membuat masing-masing orang merasa nyaman dan
tidak mengancam orang lain.
Selamat Hari Trisuci Waisak 2559/2015, marilah umat Buddha sekalian
membuat perlindungan bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat, bahkan
bagi bangsa dan negara dengan cara melaksanakan kebenaran Dhamma. Karena
pelaksanaan Dhamma akan menjauhkan hidup kita dari segala keadaan tidak
nyaman atau penderitaan. Revolusi mental merupakan gerakan hidup baru
yang berlandaskan pada pelaksanaan kesusilaan, keteguhan pikiran, dan
kebijaksanaan. Revolusi mental itu akan melindungi hidup kita dari
kekacauan laku, pikiran, dan pedoman hidup. Semoga dengan revolusi
mental ini dapat mengantarkan kehidupan bangsa dan negara kita maju,
sejahtera, serta damai.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Kota Mungkid, 2 Juni 2015
SANGHA THERAVADA INDONESIA
ttd.
Bhikkhu Jotidhammo, Mahathera
Ketua Umum / Sanghanayaka
Ketua Umum / Sanghanayaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar