Selasa, 28 Januari 2014

KASIH BUDDHA MENERANGI DUNIA



PESAN WAISAK 2557 BE/2013

SANGHA ANGUNG INDONESIA



KASIH BUDDHA MENERANGI DUNIA
Pesan dan Renungan Waisak 2557 BE/ 2013
(Sangha Agung Indonesia)
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Tassa Bhagawato Arahato Sammasambuddhassa
Namo Sabbe Bodhisattwaya Mahasattwaya


Setiap kali Hari Waisak tiba umat Buddha akan mengenang tiga peristiwa yang terjadi dalam kehidupan guru junjungan para dewa dan manusia :

1.      Kelahiran calon Buddha, yaitu Pangeran Siddhartha Gotama, di Taman Lumbini.
2.      Tercapainya Penerangan Sempurna, yaitu Petapa Gotama menjadi Buddha, di Buddha Gaya.
3.      Mahaparinirwana Buddha, yaitu Buddha Gotamameninggalkan dunia ini, di Kusinara.
Hari Waisak adalah Hari Buddha, oleh karena itu di hari peringatan Waisak kita sesungguhnya tidakhanya dibatasi untuk hanya mengenang tiga peristiwa tersebut di atas, tetapi kita juga dapat mengenangkehadiran Buddha di dunia ini secara lebih utuh. Kehadiran Buddha yang penuh kasih, kehadiran Buddha yang telah menerangi dunia. Dan kita akan benar-benar menyadari bahwa kasih Buddha menerangi dunia.
Dalam kitab suci dikatakan, bahwa:“Melihat orang-orang tenggelam dalam samudra kelahiran, kematian, dan kesedihan, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat orang-orang melakukan kejahatan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan, lalu menerima buah yang pahit akibat kejahatannya, namun mereka tidak pernah berhenti mengejar nafsu keinginan jahatnya, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat bahwa walaupun mereka merindukan kebahagiaan, tetapi mereka tidak berusaha mendatangkan buah karma yang membahagiakan bagi diri mereka, walaupun mereka membenci rasa sakit, namun mereka dengan sadar mendatangkan buah karma yang menyakitkan bagi diri mereka sendiri, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat mereka hidup saling membunuh dan melukai satu sama lain, dan mengetahui bahwa oleh karena kebencian telah tumbuh subur di dalam hati maka mereka pasti akan menerima akibat buruknya bagi diri mereka sendiri, Buddha tergerak untuk menolong mereka.”Buddha menjelaskan kepada para biksu mengenai kehadiran seorang Samyaksambuddha di
dunia ini, “Para Biksu, ada satu orang yang terlahir di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk; Ia terlahir karena kasih kepada dunia, untuk kepentingan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Siapakah orang yang satu ini? Ia adalah Tathagata, seorangArahatyangMahasuci, seorang yang mencapai Penerangan Sempurna. Inilah, Biksu, manusialuarbiasa yang satu itu.”(AnguttaraNikaya I, 21) Karena kasihNya kepada dunia, Buddha telah menunjukkan kepada kita melalui lakon perjuangan Pangeran Siddhartha dan Petapa Gotama, bahwa manusiaitu mampu menjadi Buddha. Selanjutnya, setelah menjadi Buddha, karena kasihNya Beliau mengajarkan Dharma yang merupakan jalan pembebasan total dari duka, jalan untuk mencapai Kebahagiaan Sejati. Sanggha yang Beliau bentuk adalah komunitas harmonis dari para praktisi Dharma, yang akan membantu anggotanya belajar, berlatih, dan berbagi Dharma. Karenanya melalui kasih Buddha, Sanggha yang secara turun temurun masih berlanjut hingga kini adalah komunitas pelestari Dharma. Setelah kita menyadari betapa besar kasih Buddha kepada dunia, kita seharusnya memberikan penghormatan dengan cara yang terbaik kepada Buddha. Jika kita menempuh jalan Dharma, inilah cara yang terbaik untuk menghormati Buddha. Kita tidak bias mencapai tujuan kita dengan hanya mempersembahkan lilin, dupa, dan bunga. Marilah kita membaca petikan Mahaparinibbana Sutta, untuk mengetahui apa yang dikatakan Buddha tentang penghormatan tertinggi terhadap Beliau. Dan Bhagawa berkata, “Ananda, siapkanlah sebuah tempat tidur di antara kedua pohon sala ini, karena Aku merasa tidak enak dan ingin berbaring.” Maka Y.A. Ananda pun berbuat sebagaimana yang Bhagawa minta, dan kemudian Bhagawa berbaring miring ke kanan, dengan menumpangkan sebelah kaki di atas kaki yang lain dalam posisi bagaikan singa berbaring, dengan penuh perhatian dan kesadaran yang jelas. Kemudian kedua pohon sala itu mendadak, di luar musim, bunga-bunganya bermekaran dan menaburi Beliau karena rasa hormatnya kepada Tathagata. Bunga-bunga dan bubuk kayu cendana surgawi bertaburan, dan musik serta suara-suara surgawi pun dapat terdengar, semuanya timbul dari rasa hormat kepada Tathagata. Lalu Bhagawa memanggil Y.A. Ananda dan berkata, “Lihatlah pada bunga-bunga pohon sala serta bunga-bunga, bubuk kayu cendana, musik, dan suara-suara surgawi ini. Namun, bukanlah seperti ini Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai, dan dipuja dengan penghormatan tertinggi. Tetapi para biksu dan biksuni, upasaka dan upasika, yang menaati Dharma, menempuh jalan Dharma, melaksanakan Dharma, merekalah yang menghormati, memuliakan, menghargai, dan memuja Tathagata dengan penghormatan tertinggi. Oleh karenanya, taatilah Dharma, tempuhlah jalan Dharma dan laksanakanlah Dharma. Inilah cara engkau seharusnya melatih diri.” Melaksanakan Dharma adalah meneladani perjuangan yang telah dilakoni oleh Buddha. Diawali sebagai manusia biasa, jika kita terus berjuang di jalan Dharma maka pada akhirnya kitapun akan bisa menjadi Buddha.
Semua Buddha memiliki tubuh Dharma (Dharmakaya).Dharmakaya itu maha esa dan senantiasa ada, maka kasih Buddha pun senantiasa ada. Kasih Buddha adalah kasih semesta untuk semua orang dan, kasih yang tidak pernah pada minim memberikan kebahagiaan bagi semuamakhluk. Sebagai bentuk nyata pelaksanaan Dharma, kita seharusnya ikut menghadirkan kasih Buddha dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengasihi berarti membawa kebahagiaan, mengurangi penderitaan, mempersembahkan sukacita, dan melampaui semua diskriminasi. Dalam Karaniya Metta Sutta, terdapat bait yang mengajarkan praktik mengasihi tersebut:“Selagi berdiri, berjalan, duduk, atau berbaring, selama tiada lelap, dia tekun mengembangkan perhatian penuh kesadaran ini, yang disebut Kediaman Luhur.” Kediaman Luhur adalah metta yang membawa kebahagiaan, karuna yang mengurangi penderitaan, mudita yang mempersembahkan sukacita, dan upekkha yang melampaui semua diskriminasi.
Cara kita untuk membawa kebahagiaan tidak hanya dengan mengasihi orang lain, tetapi juga dengan mengasihi diri kita sendiri. Apabila kita tidak tahu bagaimana mengasihi diri kita sendiri demi menghadirkan kebahagiaan, maka kita juga tidak akan mampu menghadirkan kebahagiaan bagi orang lain. Jadi manakala menghadapi penderitaan dalam diri sendiri, janganlah kita bertempur dengannya, kita malah akan semakin menderitaoleh karena kita mengembangkan kebencian. Dengan belajar menerima dan memeluknya,kita akan dapat merubah penderitaan itu menjadi kasih. Kebahagiaan berkaitan erat dengan penderitaan, ketika tahu apa itu penderitaan kita juga akan tahu apa itu kebahagiaan, jadi mengerti dan menyadari penderitaan merupakan fondasi kebahagiaan.
Kasihadalah sifat luhur yang memberikan dorongan dan semangat untuk menolong sesame manusia dengan berbagai cara yang baik. Kasih yang agung menciptakan hati yang peka dan halus untuk dapat turut merasakan penderitaan mereka yang sakit, sengsara, dan menderita. Penderitaan anda adalah penderitaan saya, demikianlah hati orang yang telah mempunyai kasih. Namun untuk mengurangi penderitaan dan membantu mentransformasi penderitaan orang lain, kita pertama-tama perlu belajar menangani penderitaan kita sendiri terlebih dahulu. Karuna bukan berarti kita harus ikut menderita, karena jika kita malahan menderita bersama orang yang tengah menderita maka tentunya kita tidak dapat menolong orang tersebut. Yang harus kita lakukan adalah menghadirkan energi perhatian penuh kesadaran, yaitu Buddha yang ada dalam diri kita. Jika dengan energi perhatian penuh kesadaran kita menerima kehadiran emosi yang menyebabkan penderitaan, maka kebijaksanaan akan lahir untuk meredakan emosi itu, kita pun terbebas dari dukacita. Kasih juga berarti mempersembahkan sukacita kepada yang lain,dan untuk itu kita juga harus mampu bersukacita terlebih dahulu. Apabila kita tidak bisa tersenyum, tentunya tidak ada orang yang bisa mendapatkan manfaat dari kehadiran kita. Sebaliknya, walaupun tidak ada apa pun yang kita lakukan, apabila kita penuh sukacita sesungguhnya kehadiran kita sudah memberi manfaat kepada banyak orang.

Dalam Satipatthana Sutta, Buddha mengajarkan bagaimana menghadirkan sukacita dengan berlatih hidup berkesadaran dan konsentrasi. Jika kita tahu cara melepaskan atau let it go, hidup berkesadaran (sati), konsentrasi (samadhi), dan kebijaksanaan (pannya), maka setiap saat sukacita dan bahagia akan bisa hadir dalam diri kita. Akhirnya, jika kita mampu melampaui semua diskriminasi, maka kita akan dapat mengasihi semua orang. Semua orang akan ada dalam rangkulan kasih kita. Kitapun akan memiliki cukup banyak kasih dan kesalingpahaman, untuk membantu mentransformasi dan menyembuhkan luka-luka yang disebabkan oleh kekerasan, kebencian, dan diskriminasi. Jika kita tahu cara untuk kembali ke momen saat ini dan membangkitkan energy perhatian penuh kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka kita akan bersentuhan dengan keajaiban-keajaiban kehidupan. Kita akan memiliki kebahagiaan dengan seketika. Kita akan memiliki kebijaksanaan. Kita tidak lagi mendiskriminasi atau berpikiran sempit. Kita dapat membuka kedua tangan untuk merangkul semua orang dan kita tidak memiliki musuh. Ketika kita tidak memiliki musuh, tidak mencela, tidak menyalahkan, maka pikiran kita menjadi ringan seperti awan.
Marilah dengan menggunakan momentum hari Waisak, kita bersama-sama memperkuat tekad kita untuk berlatih mempraktikkan kasih Buddha. Semoga kegelapan yang menyebabkan adanya ketidakharmonisan, permusuhan, dan saling membenci di dunia ini dapat menjadi sirna. Kasih Buddha menerangi dunia.

Selamat Hari Waisak 2557, semoga semua makhluk hidup berbahagia.


Mettacittena,
Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum

MAWAS DIRI



PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012
SANGHA AGUNG INDONESIA


PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA



Tema : GENTA WAISAK MELANTUNKAN SEMANGAT MAWAS DIRI
DAN HIDUP HARMONI 

Namo Sanghyang di Buddhaya

Namo Buddhaya, Bodhisattvāya-Mahasattvāya

Setiap bulan Waisak umat Buddha Indonesia dan seluruh dunia merayakan Tri Suci Waisak.Peringatan Waisak ditujukan untuk mengenang tiga peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan guru Agung Buddha Gautama. Secara historis tercatat bahwa pada tahun 623 sebelum masehi di Taman Lumbini Pangeran Sidharta Gautama lahir, tahun 588 sebelum Masehi di Buddhagaya petapa SidhartaGautama mencapai pencerahan sempurna atau ke-Buddha-an, kemudian tahun 543 sebelum masehi Beliau wafat di hutan Sala milik suku Malla, di Kusinara. 

Ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa biasa dan tidak ada yang istimewa, namun apabila kita renungkan secara lebih mendalam akan mendapatkan mutiara-mutiara kemanusiaan universal yang tak terbatas. Buddha Gautama mampu menggunakan waktu hidup dengan sempurna, terdorong oleh semangat altruistik berupa dorongan kasih terhadap derita makhluk-makhluk dan derita kerusakan dunia. Beliau mengorbankan karier dan kemewahan duniawi yang cemerlang dengan memilih hidup sederhana,mengoptimalkan potensi diri dengan praktek langsung menuju jalan pembebasan. Beliau tidak pernah berhenti berkarya, berbagi, mengajar, hingga akhir hidup-Nya. Melalui bimbingan yang dilakukan dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, tak terhitung jumlahnya makhluk yang mengalami transformasidari hidup gelap menuju kecerahan, dan kebahagiaan, serta pembebasan. Terinspirasi oleh Dharma ajaran Buddha, banyak peradaban luhur yang muncul, berkembang di seluruh dunia sampai sekarang baik yang bergerak di bidang kemanusiaan, penyelamatan lingkungan, seni dan budaya, maupun ilmu pengatahuan. Kesemuanya menekankan pada dua aspek utama ajaran Buddha yakni kasih atau kepedulian dan kebijaksanaan.

Pencapaian Buddha bukanlah suatu kebetulan, atau sebuah misteri sehingga hanya pribadi Sidharta yang mampu mencapainya. Buddha berarti insan yang talah bangkit, mengetahui, dan memahami. Kapasitas untuk menjadi bangkit, memahami, dan mengasihi merupakan hakekat Kebuddhaan. Beberapa teksMahāsatipaţţhāna Sutta kitab suci agama Buddha dijelaskan bahwa seseorang yang mampu mendisiplinkan diri, menata moralitas, mengoptimalkan potensi mental dengan cara benar akan mampu mengalami kebahagiaan dari pencerahan. Teks klasik memberikan harapan yang jelas apabila kita berlatih dengan cara benar, memelihara perhatian penuh (eling) mengikuti metodeseperti yang telah dipraktekkan Sidharta Gautama, dalam periode waktu tertentu manusia akan mengalami kebahagiaan tertinggi dari pencerahan. Cara berlatihnya dengan menggunakan perangkat indera, tubuh, dan batin yang dimiliki manusia, sangat manusiawi dan jauh dari jebakan spekulatif.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLt4SS7sDgYykiuorXns76b-X1nuuE5C8WcKjb2CSAku5XGBDdrVY1inguH684jnfU2gr-_BYM2tgKpVOm9H-7gdFVA_uWj1e47QP-hU_VhpLTfwrVsllNoBuaiuqg4Xz2IdP12XgI6fI/s200/Logo%252BSagin.jpgBuddha memandang potensi manusia secara positif disamping secara realistis memberikan rambu-rambu pentingnya keterampilan dalam menghadapi hidup yang kaya dengan tantangan. Bahkan kelahiran sebagai manusia dianggap sebagai sebuah keberuntungan yang sangat istimewa. Dalam teks Maha Bodhipatha Krama atau yang lebih dikenal sebagai Lamrin Chenmo karya Atisa Dipańkarasrijnana dinyatakan bahwa: ”dengan tubuh manusia, seseorang mengembangkan benih Buddha (bodhicitta), merupakan dasar jalan menuju keadaan pencerahan, terlahir sebagai manusia adalah sebuah keberuntungan besar sehingga harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya” Senada dengan hal tersebut, teks Garbhavakranti Sutra menyatakan bahwa: ”walaupun mahkluk telah terlahir sebagai manusia yang tentu akan menghadapi berbagai permasalahan hidup, ia tetaplah memiliki kondisi terbaik dan beruntung”. Cara memanfaatkan hidup sebagai manusia adalah titik sentral yang sangat banyak dibahas dalam ajaran Buddha. Potensi manusia dapat dioptimalkan melalui berbagai pendekatan latihan mawas diri secara pribadi maupun latihan berkelompok.

Mengikuti jalan Buddha bukanlah jalan yang pasrah, menyerahkan diri kepada sesuatu yang Adi Kodrati sembari berharap bahwa segala sesuatunya akan beres dengan sedirinya. Jalan Buddha adalah jalan berlatih, berkontribusi, bukan jalan berpasrah, dan yang dibutuhkan adalah pemahaman danpengertian yang benar mengenai latihan. Buddha sangat mengharapkan para siswa untuk berlatih dengan rajin, dalam teks Dhammadayada Sutta Buddha menasehati para siswa agar menjadi manusia pembelajar agar bisa menjadi pewaris kebenaran DharmaNya bukan menjadi pewaris materi. Menjadi pewariskebenaran akan jauh lebih berharga daripada pewaris apapun. Latihan yang ditekankan oleh Buddha adalah latihan perhatian atau sadar penuh terhadap keberlangsungan batin dan jasmani atau latihan mawas diri dan latihan kasih atau hidup harmoni. Sesungguhnya hidup harmoni dengan sesama dan dengan alam semesta membutuhkan latihan mawas diri. Latihan mawas diri adalah gerbang menuju pemahaman jernih bahwa alam semesta dengan segala isinya memiliki hubungan erat dan saling membutuhkan. Sesuatu yang disebut pribadi atau diri manusia menurut ajaran Buddha sesungguhnya terbuat dari elemen-elemen bukan diri, bahkan jiwa dalam agama Buddha dipandang sebagai kumpulan agregat semata. Kebenaran ini akan terlihat dengan sangat jelas manakala berlatih mawas diri secara intensif. Latihan merenungkan makananyang kita makan, pakaian, dan berbagai fasilitas lain yang dipergunakan merupakan buah karya alam dan melibatkan manusia tak terhitung banyaknnya. Tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri, hal inimembuktikan kebenaran Buddha bahwa segala sesuatu saling terkait, apa yang disebut diri sesungguhnya tidak ada karena hanya ciptaan kumpulan bukan diri. Pengertian mendalam ini menghantarkan manusia pada pemahaman kesalingterkaitan sehingga dengan sendirinya akan menghargai sesama dan alam semesta.

Dalam konteks kehidupan nyata berbangsa dan bernegara dewasa ini, mawas diri dan hidup harmoni menjadi semakin relevan. Indonesia sebagai sebuah mozaik kehidupan yang jamak dengan kekayaan suku, agama, ras, budaya sangat membutuhkan ajaran mawas diri dan hidup harmoni. Segenap umat Buddha Indonesia selayaknya mendedikasikan diri untuk mempraktekkan jalan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Realitas historis menceritakan bahwa terinspirasi oleh ajaran ini, secara kreatif cendekiawan Buddhis Nusantara di abad 14, M’pu Tantular telah menulis risalah Kakawin Sutasoma yang menceritakan intisari kesunyataan melalui perjalanan hidupBodhisattva Sutasoma. Karya agung ini menjadi sangat terkenal karena didalamnya termuat gagasan luhur dalam seloka “mangkāng jinatwa lawan śiwatatwa tunggal , bhīnnêka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa”. KataBhinneka Tunggal Ika diadopsi, dijadikan sebagai jangkar pemersatu bangsa Indonesia sampai sekarang. Ini merupakan contoh luhur nenek moyang kita yang memahami ajaran Buddha secara kreatif, menggali nilai-nilainya bukan hanya menerima teks kitab suci secara pasif. Contoh inspiratif fenomenallainnya muncul di India, terinspirasi oleh keluhuran ajaran Buddha tentang pentingya sikap mawas diri dan keharmonisan hidup, penguasa kekaisaran Maurya bernama Raja Asoka yang kejam merubah perilaku menjadi penuh cinta kasih sesuai dharma sehingga dikenal sebagai raja yang bajik. 

Meskipun Buddha telah meninggalkan urusan duniawi, tetapi tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha mendorong semangat konsultasi dan proses demokrasi, pendekatannya adalah moralitas dan menggunakan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha mendiskusikan pentingnya dan prasyarat pemerintahan yang baik. Beliau menunjukkan bagaimana negara dapat menjadi korup, memburuk, dan tidak bahagia jika kepala pemerintahan korup dan tidak adil. Beliau berbicaramenentang korupsi dan bagaimana pemerintah harus bertindak berdasarkan prinsip kemanusiaan. Buddha menjelaskan dalam kitab Ańgutara Nikāya : ”jika penguasa suatu negara adil dan baik, para menteri menjadi adil dan baik; jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik; jika para pejabat.tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik; jika para bawahan adil dan baik, rakyat menjadi adil dan baik. 

Dalam Cakkavattī Sīhanāda Sutta Buddha berkata bahwa pelanggaran susila dan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mungkin mencoba untuk menekan kejahatan melalui hukuman, tetapi memberantas kejahatan dengan kekerasan adalah sia-sia. Buddha menyarankan (dalam Kuţadanta sutta) pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk mengurangi kejahatan. Pemerintah harus mengatur sumberdaya negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan pengembangan pertanian dan pedesaan, menyediakan bantuan finansial kepada pengusaha,menyediakan gaji yang memadai kepada pekerja untuk mempertahankan hidup layak dengan martabat manusia.

Disamping itu setiap permasalahan di dunia haruslah diselesaikan dengan metode pengertian yang benar. Kita hendaknya tidak terus-menerus menyelesaikannya dengan cara ekonomi, perang, ataupun politik seperti yang telah dilakukan di seluruh dunia, karena itu justru memperumit masalah danmenciptakan lingkaran setan. Saling memberi Dharma bahkan selama krisis ataupun konflik adalah usaha yang sesuai dengan situasi dunia sekarang. Jangan menghabiskan waktu lagi untuk bertukar budaya yang mendukung kekotoran batin dan keegoisan. Kita dapat mempromosikan dan membuat ribuan atau jutaan orang siap untuk mati. Tetapi mengapa kita tidak bisa mempromosi untuk menghentikan mereka dari saling membunuh satu sama lain?Sosialisme Dharma adalah intisari Dharma Buddha dan semua agama, meskipun terlewatkan oleh setiap orang. Ini tersirat dalam kehidupan di komunitas yang luhur, mencari keuntungan bagi kaum pengusaha dan bekerja bersama-sama, serta semua makhluk termasuk hewan, dan bahkan tanaman, dengan menegakkan prinsip paling mendasar bahwa kita semua adalah saudara dalamkelahiran, menjadi tua, sakit, dan mati. Pikiran kita sendiri dan penyalahgunaannya adalah musuh kita yang sesungguhnya. Buatlah pikiran anda menjadi pelayan anda daripada menjadi majikan anda. Mencari jalan untuk menghentikan keinginan dan pengharapan. Hiduplah sesuai dengan penuh kesadaran (mawas diri) dan kebijaksanaan, jangan hidup dengan penuh pengharapan-pengharapan. Umat Buddha hendaknya tidak terganggu bahkan oleh sakit kepala, tinggalkan gangguan kegelisahan dan penyakit mental. Hal ini memungkinkan dengan bertumpu pada prinsip Dharma ajaran Buddha yang mengatakan tathata , artinya 'seperti inilah' atau sesuatu sebagaimana adanya. Inilah fakta alami bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab dan kondisinya, dan menerimanya tanpa ada rasa aneh ataupun terkejut tentangnya.

Akhirnya, marilah kita internalisasikan genta waisak atau hari Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan semangat mawas diri, dan hidup harmoni dengan sesama manusia, serta alam sekitar. Selamat Waisak 2556 BE, semoga semua makhluk berbahagia bebas dari penderitaan. 

 
Jakarta, 09 April 2012
Maitricittena


Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum

Senin, 27 Januari 2014

REMAJA KARYA MULYA


Seabrek pekerjaan potong memotong rempah - rempah bersama pasukan kemuning
 ( jari RAN rajang bawang, lensuna, laos, sekur,sebia )

,

Iring - iringan penganten ( lalo nguleang penganten/ nyongkol ala tanjung)