PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012
SANGHA AGUNG INDONESIA
PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012
SANGHA AGUNG INDONESIA
Tema : GENTA WAISAK MELANTUNKAN SEMANGAT MAWAS
DIRI
DAN HIDUP HARMONI
Namo Sanghyang di Buddhaya
Namo Buddhaya,
Bodhisattvāya-Mahasattvāya
Setiap bulan Waisak umat Buddha Indonesia dan seluruh
dunia merayakan Tri Suci Waisak.Peringatan Waisak ditujukan untuk
mengenang tiga peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan guru Agung
Buddha Gautama. Secara historis tercatat bahwa pada tahun 623 sebelum masehi di
Taman Lumbini Pangeran Sidharta Gautama lahir, tahun 588 sebelum Masehi di
Buddhagaya petapa SidhartaGautama mencapai pencerahan sempurna atau
ke-Buddha-an, kemudian tahun 543 sebelum masehi Beliau wafat di hutan Sala
milik suku Malla, di Kusinara.
Ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa biasa
dan tidak ada yang istimewa, namun apabila kita renungkan secara lebih
mendalam akan mendapatkan mutiara-mutiara kemanusiaan universal yang tak
terbatas. Buddha Gautama mampu menggunakan waktu hidup dengan sempurna,
terdorong oleh semangat altruistik berupa dorongan kasih terhadap derita
makhluk-makhluk dan derita kerusakan dunia. Beliau mengorbankan karier dan
kemewahan duniawi yang cemerlang dengan memilih hidup sederhana,mengoptimalkan
potensi diri dengan praktek langsung menuju jalan pembebasan. Beliau tidak
pernah berhenti berkarya, berbagi, mengajar, hingga akhir hidup-Nya.
Melalui bimbingan yang dilakukan dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, tak
terhitung jumlahnya makhluk yang mengalami transformasidari hidup gelap menuju
kecerahan, dan kebahagiaan, serta pembebasan. Terinspirasi oleh Dharma
ajaran Buddha, banyak peradaban luhur yang muncul, berkembang di seluruh
dunia sampai sekarang baik yang bergerak di bidang kemanusiaan,
penyelamatan lingkungan, seni dan budaya, maupun ilmu pengatahuan. Kesemuanya
menekankan pada dua aspek utama ajaran Buddha yakni kasih atau kepedulian
dan kebijaksanaan.
Pencapaian Buddha bukanlah suatu kebetulan, atau
sebuah misteri sehingga hanya pribadi Sidharta yang mampu mencapainya.
Buddha berarti insan yang talah bangkit, mengetahui, dan memahami.
Kapasitas untuk menjadi bangkit, memahami, dan mengasihi merupakan
hakekat Kebuddhaan. Beberapa teksMahāsatipaţţhāna Sutta kitab
suci agama Buddha dijelaskan bahwa seseorang yang mampu mendisiplinkan
diri, menata moralitas, mengoptimalkan potensi mental dengan cara benar akan
mampu mengalami kebahagiaan dari pencerahan. Teks klasik memberikan
harapan yang jelas apabila kita berlatih dengan cara benar, memelihara
perhatian penuh (eling) mengikuti metodeseperti yang telah dipraktekkan
Sidharta Gautama, dalam periode waktu tertentu manusia akan mengalami
kebahagiaan tertinggi dari pencerahan. Cara berlatihnya dengan menggunakan
perangkat indera, tubuh, dan batin yang dimiliki manusia, sangat manusiawi
dan jauh dari jebakan spekulatif.

Mengikuti jalan Buddha bukanlah jalan yang pasrah,
menyerahkan diri kepada sesuatu yang Adi Kodrati sembari berharap bahwa
segala sesuatunya akan beres dengan sedirinya. Jalan Buddha adalah jalan
berlatih, berkontribusi, bukan jalan berpasrah, dan yang dibutuhkan adalah
pemahaman danpengertian yang benar mengenai latihan. Buddha sangat mengharapkan
para siswa untuk berlatih dengan rajin, dalam teks Dhammadayada
Sutta Buddha menasehati para siswa agar menjadi manusia
pembelajar agar bisa menjadi pewaris kebenaran DharmaNya bukan menjadi
pewaris materi. Menjadi pewariskebenaran akan jauh lebih berharga daripada
pewaris apapun. Latihan yang ditekankan oleh Buddha adalah latihan
perhatian atau sadar penuh terhadap keberlangsungan batin dan jasmani atau
latihan mawas diri dan latihan kasih atau hidup harmoni. Sesungguhnya
hidup harmoni dengan sesama dan dengan alam semesta membutuhkan latihan
mawas diri. Latihan mawas diri adalah gerbang menuju pemahaman
jernih bahwa alam semesta dengan segala isinya memiliki hubungan erat dan
saling membutuhkan. Sesuatu yang disebut pribadi atau diri manusia menurut
ajaran Buddha sesungguhnya terbuat dari elemen-elemen bukan diri, bahkan jiwa
dalam agama Buddha dipandang sebagai kumpulan agregat semata. Kebenaran ini
akan terlihat dengan sangat jelas manakala berlatih mawas diri secara
intensif. Latihan merenungkan makananyang kita makan, pakaian, dan berbagai
fasilitas lain yang dipergunakan merupakan buah karya alam dan melibatkan
manusia tak terhitung banyaknnya. Tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri,
hal inimembuktikan kebenaran Buddha bahwa segala sesuatu saling terkait, apa
yang disebut diri sesungguhnya tidak ada karena hanya ciptaan kumpulan bukan
diri. Pengertian mendalam ini menghantarkan manusia pada pemahaman
kesalingterkaitan sehingga dengan sendirinya akan menghargai sesama dan
alam semesta.
Dalam konteks kehidupan nyata berbangsa dan bernegara
dewasa ini, mawas diri dan hidup harmoni menjadi semakin relevan.
Indonesia sebagai sebuah mozaik kehidupan yang jamak dengan kekayaan suku,
agama, ras, budaya sangat membutuhkan ajaran mawas diri dan hidup harmoni.
Segenap umat Buddha Indonesia selayaknya mendedikasikan diri untuk mempraktekkan
jalan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Realitas
historis menceritakan bahwa terinspirasi oleh ajaran ini, secara kreatif
cendekiawan Buddhis Nusantara di abad 14, M’pu Tantular telah menulis
risalah Kakawin Sutasoma yang menceritakan intisari kesunyataan melalui
perjalanan hidupBodhisattva Sutasoma. Karya agung ini menjadi
sangat terkenal karena didalamnya termuat gagasan luhur dalam seloka “mangkāng
jinatwa lawan śiwatatwa tunggal , bhīnnêka tunggal ika, tan hana
dharma mangrwa”. KataBhinneka Tunggal Ika diadopsi,
dijadikan sebagai jangkar pemersatu bangsa Indonesia sampai sekarang. Ini
merupakan contoh luhur nenek moyang kita yang memahami ajaran Buddha secara
kreatif, menggali nilai-nilainya bukan hanya menerima teks kitab suci secara
pasif. Contoh inspiratif fenomenallainnya muncul di India, terinspirasi oleh
keluhuran ajaran Buddha tentang pentingya sikap mawas diri dan
keharmonisan hidup, penguasa kekaisaran Maurya bernama Raja Asoka yang kejam
merubah perilaku menjadi penuh cinta kasih sesuai dharma sehingga dikenal
sebagai raja yang bajik.
Meskipun Buddha telah meninggalkan urusan duniawi,
tetapi tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha
mendorong semangat konsultasi dan proses demokrasi, pendekatannya adalah
moralitas dan menggunakan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha
mendiskusikan pentingnya dan prasyarat pemerintahan yang baik. Beliau
menunjukkan bagaimana negara dapat menjadi korup, memburuk, dan tidak
bahagia jika kepala pemerintahan korup dan tidak adil. Beliau
berbicaramenentang korupsi dan bagaimana pemerintah harus bertindak berdasarkan
prinsip kemanusiaan. Buddha menjelaskan dalam kitab Ańgutara
Nikāya : ”jika penguasa suatu negara adil dan baik, para
menteri menjadi adil dan baik; jika para menteri adil dan baik, para
pejabat tinggi adil dan baik; jika para pejabat.tinggi adil dan baik,
para bawahan menjadi adil dan baik; jika para bawahan adil dan baik, rakyat
menjadi adil dan baik.
Dalam Cakkavattī Sīhanāda Sutta Buddha
berkata bahwa pelanggaran susila dan kejahatan, seperti pencurian,
penipuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat muncul dari kemelaratan. Para
raja dan pemerintah mungkin mencoba untuk menekan kejahatan melalui
hukuman, tetapi memberantas kejahatan dengan kekerasan adalah sia-sia.
Buddha menyarankan (dalam Kuţadanta sutta) pengembangan
ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk mengurangi kejahatan. Pemerintah
harus mengatur sumberdaya negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara
tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan pengembangan pertanian dan
pedesaan, menyediakan bantuan finansial kepada pengusaha,menyediakan gaji yang
memadai kepada pekerja untuk mempertahankan hidup layak dengan
martabat manusia.
Disamping itu setiap permasalahan di dunia haruslah
diselesaikan dengan metode pengertian yang benar. Kita hendaknya tidak
terus-menerus menyelesaikannya dengan cara ekonomi, perang,
ataupun politik seperti yang telah dilakukan di seluruh dunia, karena itu
justru memperumit masalah danmenciptakan lingkaran setan. Saling memberi Dharma
bahkan selama krisis ataupun konflik adalah usaha yang sesuai dengan
situasi dunia sekarang. Jangan menghabiskan waktu lagi untuk bertukar budaya
yang mendukung kekotoran batin dan keegoisan. Kita dapat mempromosikan dan
membuat ribuan atau jutaan orang siap untuk mati. Tetapi mengapa kita
tidak bisa mempromosi untuk menghentikan mereka dari saling membunuh satu
sama lain?Sosialisme Dharma adalah intisari Dharma Buddha dan semua
agama, meskipun terlewatkan oleh setiap orang. Ini tersirat dalam
kehidupan di komunitas yang luhur, mencari keuntungan bagi kaum pengusaha
dan bekerja bersama-sama, serta semua makhluk termasuk hewan, dan bahkan
tanaman, dengan menegakkan prinsip paling mendasar bahwa kita semua adalah
saudara dalamkelahiran, menjadi tua, sakit, dan mati. Pikiran kita sendiri dan
penyalahgunaannya adalah musuh kita yang sesungguhnya. Buatlah pikiran
anda menjadi pelayan anda daripada menjadi majikan anda. Mencari jalan
untuk menghentikan keinginan dan pengharapan. Hiduplah sesuai dengan penuh
kesadaran (mawas diri) dan kebijaksanaan, jangan hidup dengan penuh
pengharapan-pengharapan. Umat Buddha hendaknya tidak terganggu bahkan oleh
sakit kepala, tinggalkan gangguan kegelisahan dan penyakit mental. Hal
ini memungkinkan dengan bertumpu pada prinsip Dharma ajaran Buddha yang
mengatakan tathata , artinya 'seperti inilah' atau
sesuatu sebagaimana adanya. Inilah fakta alami bahwa segala sesuatu terjadi
menurut sebab dan kondisinya, dan menerimanya tanpa ada rasa aneh ataupun
terkejut tentangnya.
Akhirnya, marilah kita internalisasikan genta waisak
atau hari Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan
semangat mawas diri, dan hidup harmoni dengan sesama manusia, serta
alam sekitar. Selamat Waisak 2556 BE, semoga semua makhluk berbahagia
bebas dari penderitaan.
Jakarta, 09 April 2012
Maitricittena,
Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar